Materi: Kemuliaan Bulan Rabi'ul Awal
![]() |
Sumber: ayosurabaya.com |
Di dalam agama Islam, terdapat bulan-bulan yang dimuliakan oleh umat
muslim. Bulan-bulan ini dimuliakan karena terdapat momen-momen khusus yang
membuatnya menjadi teristimewakan bila dibandingkan dengan bulan-bulan yang
lain. Momen-momen khusus ini, tentunya, memiliki keterkaitan dengan tegaknya
syiar Allah Swt. di muka bumi. Di antara bulan yang dimuliakan oleh umat muslim
ialah Bulan Rabi’ul Awal.
Bulan Rabi’ul Awal merupakan bulan ketiga, setelah bulan Muharram dan
Safar, dalam sistem penanggalan kalender Hijriyah. Bulan ini merupakan salah
satu bulan dalam kalender Hijriyah yang dimuliakan oleh umat Islam. Kehadirannya
dimuliakan karena di dalam bulan ini umat muslim dianugerahi sebuah nikmat yang
paling agung, yang tiada sesuatu pun yang mampu menandingi keagungannya di
hadapan Allah Swt. Nikmat itu ialah dilahirkannya Sang Utusan Mulia bagi
manusia dan alam semesta, yakni Nabi Muhammad (Rasulullah) Saw.
Sebagaimana keyakinan yang dimiliki oleh setiap umat muslim, Rasulullah
Saw. terlahir dan diutus untuk mensyiarkan agama Allah Swt. di muka bumi ini
guna mewujudkan visi Rahmatan lil ‘Aalamiin. Hal ini tercantum dalam
firman Allah Swt. Surat Al-Anbiya’ ayat 107, yang berbunyi:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا
رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ
“Dan Kami tidak mengutus
engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.”
Menurut keterangan dari Tafsir Kementerian Agama
Republik Indonesia, ayat ini menunjukkan bahwa tujuan dari diutusnya Rasulullah
Saw. ialah untuk memberi petunjuk dan peringatan bagi umat manusia agar mereka
bahagia di dunia dan akhirat. Adapun rahmat Allah atas alam semesta itu sendiri
meliputi perlindungan, kedamaian, kasih sayang, dan sebagainya, yang
diberikan-Nya atas seluruh makhluk-Nya yang ada di dunia, baik atas orang-orang
yang beriman maupun yang tidak beriman, termasuk pula seluruh binatang serta
tumbuhan.
Mengacu pada keterangan di atas, telah jelas
disebutkan dalam firman-Nya bahwasanya termasuk di antara tujuan dari
dihadirkannya Rasulullah Saw. di muka bumi tak lain ialah untuk menjadi rahmat
bagi alam semesta. Dari tujuan ini dapat dipahami bahwa kehadiran Rasulullah
Saw. di dunia ini tak lain agar beliau menjadi anugerah bagi alam semesta.
Menjadi anugerah dalam arti bahwa Rasulullah Saw. menjadi figur yang mampu
mewujudkan perlindungan, kedamaian, kasih sayang, maupun kebaikan-kebaikan bagi
seluruh makhluk Allah Swt. yang ada di alam dunia. Tak terbatas pada
orang-orang yang beriman (umat muslim) belaka, namun termasuk pula orang-orang
nonmuslim, bahkan seluruh binatang dan tumbuhan tercakup di dalamnya.
Kelahiran figur yang agung inilah yang membuat
bulan Rabi’ul Awal dimuliakan oleh umat Islam. Pada bulan ini, umat Islam
saling berlomba untuk mengerjakan amal-amal saleh dalam rangka untuk meneladani
Rasulullah Saw. serta menampakkan rasa syukur dan bahagianya atas kehadiran
Sang Rahmatan lil ‘Aalamiin. Beberapa aktivitas yang biasa dilakukan
oleh umat Islam dalam rangka menyambut momen penuh kemuliaan ini ialah membaca
Al-Qur’an, memperbanyak shalawat kepada Rasulullah Saw., bersedekah, bersyukur,
dan lain sebagainya. Dari sekian aktivitas yang telah disebut ini, terdapat
satu aktivitas khusus yang senantiasa rutin dilaksanakan oleh umat muslim di
kala memasuki bulan Rabi’ul Awal. Aktivitas khusus ini biasa disebut dengan
istilah Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw.
Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw. merupakan
sebuah kegiatan yang diselenggarakan untuk memperingati hari kelahiran
Rasulullah Saw. Sebagaimana yang lazim diketahui, Rasulullah Saw. dilahirkan
pada hari Senin bulan Rabi’ul Awal Tahun Gajah. Kelahiran beliau ini disebut
oleh para ulama sebagai nikmat terbesar bagi umat manusia. Karenanya, para
ulama menganjurkan umat muslim untuk menghelat kegiatan peringatan maulid ini dengan
tujuan untuk merefleksikan sejarah kehidupan serta mensyukuri kehadiran Rasulullah
Saw. di muka bumi.
Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw. ini biasa
dirayakan umat muslim dengan mengadakan berbagai macam kegiatan, seperti pembacaan
Al-Qur’an, shalawat, dan diakhiri dengan acara makan bersama. Selain itu,
kegiatan pun biasa diisi dengan ceramah seputar sejarah kehidupan Rasulullah
Saw., khususnya yang terkait dengan hari kelahiran beliau.
Terkait upaya untuk memperingati hari kelahiran
Rasulullah Saw. ini, Imam Ibnu Hajar Al-Asqalany pun menerangkan bahwa terdapat
4 tata cara yang dapat dilakukan, di antaranya membaca Al-Qur’an, memberi makan
orang lain, bersedekah, dan mengungkapkan berbagai pujian kepada Rasulullah
Saw. yang dapat membuat hati menjadi tergugah untuk melakukan berbagai amal
saleh sebagai bekal bagi kehidupan di akhirat.
Pelaksanaan Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw.
ini, sekalipun diisi dengan berbagai macam kegiatan yang tidak bertentangan
dengan tuntunan syariat, dianggap oleh sebagian kalangan sebagai tindakan bid’ah.
Bid’ah dalam Islam, menurut Syekh Zaruq sebagaimana yang dikutip K.H. Muhammad
Hasyim Asy’ary dalam Kitab Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah, didefinisikan
sebagai munculnya segala macam perkara baru dalam urusan agama yang kemudian dianggap
sebagai bagian dari ajaran agama tersebut, namun secara formal maupun hakikat
tidak menjadi bagian dari agamanya.
Sebagian kalangan menganggap pelaksanaan peringatan
maulid sebagai bid’ah berdasarkan pada anggapan mereka bahwa Rasulullah Saw.,
sahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in tidak pernah mencontohkan kegiatan peringatan
maulid ini sebelumnya. Hal inilah kemudian yang mendorong mereka untuk
menyimpulkan bahwa kegiatan Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw. merupakan
bid’ah yang sesat. Kenyataan ini patut disayangkan, mengingat bahwa istilah
bid’ah itu sendiri terbagi menjadi dua bagian (bahkan ada yang membaginya
menjadi lima bagian), yakni bid’ah hasanah (baik) dan bid’ah dhalalah
(sesat/buruk).
Adapun pelaksanaan kegiatan Peringatan Maulid Nabi
Muhammad Saw. ini, menurut penuturan Imam Suyuthi dalam kitab Husnul Maqshid Fi
‘Amalil Maulid, tergolong dalam kategori bid’ah hasanah, yang pelakunya
mendapat pahala karena ia mengagungkan Rasulullah Saw., menampakkan rasa
gembira, dan kebahagiaannya atas kelahiran Rasulullah Saw. yang mulia. Hal ini
berlaku jika substansi dari Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw. ini terpenuhi.
Di antara substansi yang dimaksud oleh Imam Suyuthi, yakni berkumpulnya orang banyak,
membaca Al-Qur’an, membaca kisah perjalanan Rasulullah Saw. (baik saat beliau
diutus menjadi Rasul sampai dengan hal-hal yang terjadi saat kelahiran beliau
yang terdiri dari tanda-tanda kenabian), dilanjutkan dengan suguhan hidangan
untuk makan bersama, dan selesai tanpa ada tambahan lagi.
Adapun di antara dalil Al-Qur’an yang sejalan
dengan pelaksanaan Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw. ialah Surat Yunus ayat
58, yang berbunyi:
قُلْ بِفَضْلِ اللهِ
وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُوْنَ
“Katakanlah Muhammad, dengan
anugerah Allah dan rahmat-Nya maka hanya dengan itu berbahagialah orang-orang
yang beriman. Hal itu (anugerah dan rahmat-Nya) lebih baik daripada harta dunia
yang mereka kumpulkan.”
Merujuk keterangan Imam Suyuthi yang terdapat pada
kitab Durrul Mantsur, sahabat Ibnu Abbas R.A. menafsirkan istilah ‘anugerah’
sebagai ilmu Allah Swt. dan ‘rahmat’ sebagai Nabi Muhammad Saw. Hal ini
memberikan penguatan bahwa kehadiran Rasulullah Saw. di muka bumi tiada lain merupakan
rahmat bagi alam semesta dan seisinya, serta wafatnya beliau dari dunia
merupakan musibah paling besar yang pernah dialami oleh umat muslim di seluruh dunia.
Dari ayat ini dapat dipahami bahwa kelahiran Rasulullah Saw. sebagai rahmat
bagi alam semesta sangat patut untuk disyukuri oleh setiap umat muslim.
Mengingat kedudukan, tugas, dan suri tauladan yang beliau berikan laksana
permata berkilau yang tak ternilai oleh suatu apapun.
Di samping itu, hadits yang menjadi dalil atas dilaksanakannya
bid’ah hasanah (utamanya dalam kaitannya dengan pelaksanaan Peringatan Maulid
Nabi Muhammad Saw.) ialah sebagai berikut:
مَنْ سَنَّ فِى الْاِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ
أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ
اَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئٌ وَمَنْ سَنَّ فِى الْاِسْلَامِ سُنَّةً
سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ
مِنْ غَيْرِ اَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْئٌ
“Barang siapa yang
mengada-adakan satu cara yang baik dalam Islam, maka ia akan mendapatkan pahala
orang yang turut mengerjakannya dengan tidak mengurangi dari pahala mereka
sedikit pun, dan barang siapa yang mengada-adakan suatu cara yang jelek, maka
ia akan mendapat dosa dan dosa-dosa orang yang ikut mengerjakannya dengan tidak
mengurangi dosa-dosa mereka sedikit pun.” (H.R. Imam Muslim)
Dengan demikian, bulan Rabi’ul Awal merupakan bulan
mulia yang patut untuk disyukuri kehadirannya oleh umat muslim. Pada bulan
inilah Rasulullah Saw., Sang Rahmatan lil ‘Aalamiin dilahirkan. Memperingati
hari kelahiran Rasulullah Saw. dengan menyelenggarakan kegiatan Peringatan
Maulid Nabi Muhammad Saw. merupakan sebuah bid’ah yang baik (tidak
sesat/buruk). Bagi mereka yang melaksanakannya sesuai dengan
substansi-substansi yang telah diterangkan di atas akan mendapatkan ganjaran
berupa pahala dari Allah Swt. dan kesia-siaan lah bagi mereka yang menambahkan
perkara tak bermanfaat di dalamnya. Adapun pelaksanaan peringatan maulid bukanlah
sebuah momen untuk meneladani sejarah kelahiran dan kehidupan Rasulullah Saw.
semata, namun juga sebuah upaya untuk menampakkan rasa syukur dan bahagia dari
setiap umat muslim atas dilahirkannya Rasulullah Saw. sebagai nikmat terbesar,
serta rahmat bagi seluruh alam semesta. Wallaahu A’laam.
Comments
Post a Comment